Jumat, 24 Juni 2011

Perjalanan Panjang


Tidak terlalu menyenangkan bagi saya untuk menulis ini , ruwet, mumet,pusing, dan segala hal yang menyedihkan, dan menyakitkan akan terangkat jika saya menulis akan hal ini. Secara…saya juga gak mau gegabah dan sok tahu, karena saya “orang baru “ dalam kehidupan berkeluarga , Agustus nanti kami baru memasuki usia pernikahan yang ke empat tahun dan perjalanan saya masih sangat panjang…., bukan cuma panjang tapi juga jalannya mungkin berkelok, berbatu, dan “berjurang”. Saya memang harus menyiapkan tenaga, perbekalan,strategi, untuk bisa selamat dalam perjalanan ini, dan begitu juga dengan pasangan hidup saya, dia juga musti mempunyai perbekalan didalam perjalanan kami. Jangan sampai kami kekurangan perbekalan, jangan sampai dia lupa membawa perbekalan yang tidak saya bawa dan sebaliknya. Jangan sampai perbekalan yang kami bawa terlalu berat, sehingga menghambat perjalanan kami. Jangan sampai kami berdebat terus soal arah mana yang akan kami ambil jika ada  jalan yang bercabang . Jangan sampai kami berjalan terpisah. God pls help us…..
Teman saya , bercerita tentang bagaimana pengkhianatan sangat mempengaruhi kehidupan keluarga nya. It will never be the same again….katanya, saya sedih mendengarnya, Dua teman saya di khianati oleh pasangannya masing masing. Hati saya remuk  mendengarnya. Yang satu di khianati oleh suaminya, yang satu di khianati oleh sang istrinya. Sekarang mata saya melek, ternyata soal selingkuh itu bukan cuma urusan para artis yang punya banyak uang dan tampang yang  aduhai, bahkan “orang biasa” seperti saya yang benar benar biasa pun bisa juga terjangkiti “penyakit itu”.
Menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri itu memang gak pernah mudah. Gak seindah seperti waktu pacaran dulu dan banyak pula yang berujar , bahwa sikap pasangan kita yang sekarang, juga berbeda jauh ketika semasa berpacaran dulu. Tentu saja ,saya pun mengalami “kebenaran” kalimat tersebut, suami saya memang berbeda dibandingkan ketika sedang berpacaran dengan saya dulu.Kebanyakan dialah yang selalu menunggu, kalau dia menjemput saya sewaktu kami pacaran, tapi dia tak pernah mengeluh, kalau ditanya apa sudah nunggu lama atau belum pasti jawabnya, gak kok belum terlalu lama, tapi kalau sekarang, dia akan bilang, ayo…tinggal 5 menit lagi jangan sampai telat, dan kalau lebih lama dari itu,biasanya dia akan menggerutu atau minta pulang duluan.Dulu…kalau mau ngajak pergi atau makan, dia pasti bilang, terserah kamu deh, aku ikut aja..pilihan kamu pasti bagus. Sekarang, kalau saya bilang kesini ya…, dia bilang next time aja deh. Dulu…dia selalu menyimak kata kata saya dengan seksama, sekarang…saya terkadang harus mengulang dua atau tiga kali , karena dia lebih berkonsentrasi pada buku atau pada tv.Tapi kalau dipikir pikir, saya juga berubah ketika saya masih pacaran dulu, sama dengan saya yang sekarang.Dan perbedaannya juga jauh banget. Saya ingat dulu hampir setiap hari kalau saya pulang kantor, dia selalu jemput saya, sebelum saya bertemu dengannya, saya  memastikan diri saya “tak bercela” palingan poles bedak sedikit or kasih minyak wangi sedikit, biar gak terlalu malu maluin lah… Kalau sekarang…boro boro, apalagi saya sudah punya anak, cuma kalau mau pergi aja, saya moles bedak, dan pake minyak wangi, selebihnya saya tampil seadanya.Dulu…kalau dikasih hadiah sama dia, dengan tulus hati saya selalu bilang makasih ya…gak perlu repot repot deh, sekarang kalau dia kasih hadiah, jawaban saya kadang terlontar kalimat seperti ini…Kok..yang ini? Kan ada yang lebih bagus dari pada yang ini? Dulu…kalau dikasih tahu tentang sesuatu, saya bener bener nyimak ,sekarang tanggapan saya pasti selalu berusaha untuk membenarkan apa yang saya lakukan, dan bersikeras, ujung ujungnya keluar kalimat..kalau gak suka kerjain sendiri aja deh. Dulu…kalau dia sedang memperhatikan saya, saya akan tersipu sipu, sekarang…saya akan nanya sama dia, kenapa liat liat, apa saya pake baju terbalik?Dulu..kalau ada hal yang lucu saya palingan mesem mesem doank, sekarang kalau ada yang lucu saya bakal ketawa ngakak, saya pikir dia pasti ketakutan kalau pas pacaran denger saya ketawa.Weleh..weleh..gak usah ngomong soal pasangan kita yang berubah deh, ternyata diri kita sendiri juga berubah, berubah drastis malah .Kesannya memang perubahan yang remeh temeh, tapi kalau dipikir pikir efeknya gede juga.Suami saya yang sangat menjunjung tata bahasa yang baik dan sikap sopan santun ala orang “saudara tua”, pastinya bakalan mikir puluhan kali buat nikahin saya, kalau dari awal sudah tahu kalau saya seperti “ini “. Tapi siapa juga yang bisa menjamin jika kami bersama dengan orang yang berbeda maka hidup kami akan lebih berwarna, lebih bahagia, dan lebih mudah? Yah..banyaklah kekurangan saya dimata suami saya, demikian juga kekurangan dia dimata saya, istrinya.
Kalau  kita lagi berantem atau diem dieman biasanya yang kepikiran cuma jeleknya aja, padahal kalau saya lagi waras, saya tahu kok suami saya itu banyak kelebihannya.Dia seorang Papa dan suami yang mengasihi keluarganya. Saya juga gak pernah terbayang kalau menjadi sepasang suami istri itu, bisa ribut besar hanya gara gara hal hal yang dulunya saya anggap sepele.Pernah kami akhirnya tidak menghadiri pernikahan seorang teman, karena soal pakaian, suami saya tidak setuju saya memakai pakaian “itu”, sementara saya, tidak mau mengenakan pakaian yang dia mau, untuk saya pakai.Kalau dipikir akal sehat, suami saya benar, resepsi di bandung itu lumayan jauh, jadi pakaian harus confi, tapi saya tetap keukeh dengan kebaya saya, padahal ada jalan tengah supaya bisa win win solution , tapi..ya begitulah, akal sehat, kebaikan, ketulusan, kebeneran tidak akan dipandang jika ego yang bermain. Saya juga tidak pernah terbayang jika kami bisa berselisih paham, hanya gara gara kata “awas”, padahal waktu itu konteksnya kami sedang bercanda.tiba tiba saja dia diam, dan bilang kalau paling gak suka denger orang mengancam…apalagi saya sebagai istri, mengancam suami…bisa gila,pikir saya, kok gini aja bisa jadi marah. Tapi belakangan saya sadar bahwa berbahasa , bagi dia adalah salah satu cara untuk menghormati keberadaannya sebagai suami.Terus terang kami banyak kali bermasalah dalam berbahasa dan berkomunikasi,saya sampai pusing…, saya yang tipekel orang”asyik aja” gak masuk di akalnya, demikian juga sebaliknya, bagi saya cara dia terlalu kaku . Dia mengkritik gaya bertelpon saya , yang kalau angkat telpon, langsung nyerocos tanpa basa basi , tanpa ada kata kata halo, saya pikir, toh saya tahu siapa yang telfon saya,saya tidak mungkin melakukan itu seandainya nomer nya tidak ada dalam list saya, atau dia bilang saya terlalu banyak memakai kata kata tidak sopan, seperti gue …elo…, tidak sopan? Waduh….saya seperti menikahi seorang guru bahasa Indonesia yang kapan saja dan dimana saja bila bertemu selalu menguji muridnya .Dan saya pun mulai berpikir apa saya bisa lulus? Dan bagaimana seandainya saya tidak lulus?
Itu adalah salah satu perjuangan kami sebagai sepasang suami untuk bisa menempuh perjalanan kami . Jangankan kami yang usia pernikahannya baru seumur jagung, orang tua saya saja, sampai sekarang masih pada suka “keheranan dan kerepotan” menghadapi pasangannya masing masing, juga masih berselisih paham, sampai sampai saya gak ngerti apa sih yang diributin secara 3 anaknya sudah mandiri semua, tapi memang seperti itu mungkin, pernikahan yang merupakan  perjuangan dan pelajaran seumur hidup.Berjuang mempertahankan cinta, yang dulu menyatukan kami dalam ikatan pernikahan, dan pelajaran untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bertanggung jawab dalam mempertahankan janji kami dihadapan Tuhan.
Banyak alasan memang yang menyebabkan janji yang telah diucapkan sebagai sepasang suami istri itu bisa terkhianati.Tekanan akan kebutuhan hidup yang bertambah adalah salah satunya.Baik suami atau istri berputar bak angin puting beliung, untuk berusaha menyelesaikan segala sesuatunya, segalanya dianggap paling penting, kecuali kebutuhan mereka untuk bisa saling mengerti, saling berbagi, saling mencintai dan saling memenuhi  kebutuhan mereka sendiri sebagai suami istri. Sehingga tanpa sadar, salah satu atau bahkan keduanya merasa terabaikan. Berbicara hanya seputar topic topic yang aman, masing masing mempunyai sandinya untuk tidak pergi kearah yang “berbahaya”. Lebih banyak membicarakan kejadian yang sedang happening ketimbang menyelesaikan masalah “yang dikubur rapat rapat”. Bahkan , ada yang lebih baik tidak berbicara antara satu dan lainnya karena jika mereka saling membuka mulut ,yang ada malah saling berteriak, menyalahkan dan saling kritik antara satu dan lainnya.Berkomunikasi dengan baik menjadi barang mahal buat suami istri, padahal itu adalah salah satu kunci, agar pasangan bisa saling mengerti antara satu dan lainnya. Pada awalnya itu juga yang terjadi pada kami,kalau berbicara , ujung ujungnya saling serang.Setelah saya cermati , masalah kami adalah lebih dibanyaknya gaya kami berbicara, karena perbedaan umur yang cukup jauh, lingkungan yang masing masing membentuk kami, adalah beberapa factor yang menghambat kami dalam berkomunikasi.Saya tidak bisa terus mempertahankan gaya saya kalau berbicara , jadi saya putuskan untuk berbicara dengan gaya “dia” kalau berbicara dengan dia, tapi….tetap bisa beramah tamah dengan teman teman saya dengan gaya saya, dan…akhirnya kritikan dia tentang gaya saya berbicara pun mereda, walaupun masih ada..tapi saya bisa dengan waras menanggapinya, sekarang jika dia melakukan hal itu, saya menganggapnya sebagai suatu input bukan sebagai suatu serangan.Faktor kepercayaan pun mau tidak mau , terbangun karena adanya komunikasi yang lancar.Sulit untuk bisa saling percaya,dan memahami, jika tidak bisa berbicara satu dan lainnya.
Pernikahan yang bahagia memang tidak bisa jatuh, gubbrak….dari langit! Tapi ada prosesnya, harus diusahakan, harus diperjuangkan , harus tetap dijaga nyala api nya jangan sampai padam, harus dirawat , dan harus berani berinvestasi . Pernikahan adalah berkat dari Tuhan, bagi kami berdua, Pernikahan ini adalah sarana bagi kami untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.Pelajaran kami seumur hidup.Salah salah dikit, wajarlah, secara kita juga bukan malaikat.Berantem berantem sedikit wajarlah ‘kan kita adalah dua orang yang berbeda, selain itu jenis kelamin kita juga kan berbeda, he..he.., dari situ aja kita sudah punya “modal” buat berbeda pemikiran .Selain itu tidak ada salahnya juga jika meminta saran dari pakar ataupun konseling pernikahan jika ada sesuatu yang kita rasa berat untuk bisa dipecahkan berdua.Atau sekarang banyak media, majalah keluaraga, ataupun media online yang bisa dipergunakan untuk mencari solusi seperti contohnya http://webkonseling.blogspot.com , atau bisa juga pada pemuka agama. Dirak buku saya ada sebuah buku menarik, buku ini saya dapatkan ketika sedang ada pameran buku, karena harganya murah banget dibandingkan dengan tebal bukunya yang mencapai 619 halaman ,ya saya beli…, tapi saya belum pernah menyentuh dan membacanya, tapi karena kemarin anak saya bermain main dirak buku saya, buku ini jd menarik saya untuk membacanya, terlebih karena cerita dari teman saya tentang pernikahannya.Judulnya 7 rahasia pernikahan yang bahagia ditulis oleh Margery D.Rosen, dia adalah seorang konselor pernikahan, dari banyaknya kasus yang dia tangani , dia merangkum, ada nya 7 hal yang harus diperhatikan untuk bisa mempertahankan pernikahan yang langgeng, serta memuaskan
1.Berkomunikasi, untuk berbicara dari hati kehati demikan juga secara nalar
2.Saling percaya, supaya kita berdua merasa aman secara emosional, seksual, intelektual, dan spiritual
3.Mengungkapkan perasaan marah dan menyelesaikan masalah secara efektif
4. Menyeimbangkan masalah kekuasaan dan kendali bukan cari dan merasa Who’she boss
5.Pandai mengelola Keuangan, karena gmana pun hidup perlu pake uang , jadi harus pintar kelola keuangan, kalau gak mau perang tiap hari
6.Menjaga agar gairah dan cinta kasih tetap hidup ,karena gairah dapat diperbaharui, dan seks ada di dalamnya, yang merupakan perayaan cinta antar dua insan.
7. Bekerja sama, untuk menjadi pendamping yang baik dan memprioritaskan hubungan dalam pernikahan, untuk itu hendaknya kita dapat menyediakan waktu untuk saling memperhatikan , dan saling berbagi.

Banyak orang yang mengibaratkan ini dan itu tentang pernikahan, bagi saya pribadi, pernikahan itu adalah ibarat perjalanan panjang, bersama dengan pasangan hidup kita, dan saya harus bergaul akrab dengan teman seperjalanan saya, agar kelak kami bisa sampai pada tujuan kami . Untuk bisa akrab , saya harus memahami dia, dan dia harus memahami saya, itu tidak akan bisa terjadi jika kami tak saling berbicara dari kedalaman hati, dan kejernihan akal pikiran. Sehingga , ia atau saya merasa tidak perlu mencari orang lain yang kemungkinan berpapasan dengan kami dalam perjalanan.

Selamat menempuh perjalanan panjang , jangan lupa untuk tertawa dan bersenang senang ya…
Tuhan menyertai kita

Tidak ada komentar: